Pengertian Model Pembelajaran Novick
Setiap
kegiatan pembelajaran banyak model atau metode pembelajaran yang digunakan.
Tetapi penggunaan model harus sesuai dengan keadaan belajar siswa dan materi
yang disampaikan dalam suatu kegiatan pembelajaran.
Menurut Susilawati model
pembelajaran ( 2009: 164 ) adalah : “sebagai pola interaksi siswa dengan guru
di dalam kelas yang menyangkut stretegi,
pendekatan, metode dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar di kelas” . Salah satu model pembelajaran yang
mendorong siswa untuk meningkatkankan hasil belajar mereka adalah model
pembelajaran kooperatif.
Menurut Slavin ( Hidayat,
2011: 25) pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang telah dikenal
sejak lama, dimana pada saat itu guru mendorong para siswa untuk melakukan
kerja sama dalam kegiatan – kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran
oleh teman sebaya.
Pembelajaran kooperatif
merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan kerja sama untuk saling
membantu dan berdiskusi didalam memecahkan permasalahan dan menyelesaikan
soal-soal yang diberikan sehingga memotivasi siswa untuk menjadi lebih aktif
bertukar pikiran dengan anggota kelompok lain
Selain itu,
pembelajaran kooperatif ini dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika,
karena banyak anggapan bahwa pembelajaran matematika itu sulit dipahami,
sehingga pembelajaran matematika diperlukan keaktifan siswa dan saling bekerja
sama untuk memecahkan suatu masalah.
Menurut Roger dan David
Johnson ( dalam Luthfi 2010: 48 ) menyatakan bahwa tidak semua belajar
kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Ciri-ciri model kooperatif adalah : 1) belajar bersama dengan
teman, 2) selama belajar terjadi tatap muka antar teman, 3) saling mendengarkan
pendapat di antara anggota kelompok, 4) belajar dari temen sendiri dalam
kelompok, 5) belajar dalam kelompok kecil, 6) produktif berbicara atau saling
mengemukakan pendapat, 7) keputusan tergantung pada siswa sendiri, 8) siswa
aktif ( Stahl, 1994). Proses pembelajaran terjadi dalam kelompok – kelompok
kecil ( 5-6 siswa) bersipat heterogen tanpa memperhatikan perbedaan kemampuan
akademik, jender, suku, maupun lainnya.
Model pembelajaran
kooperatif dikembangkan berpijak pada beberapa pendekatan yang diasumsikan
mampu meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. Pendekatan yang dimaksud
adalah belajar aktif, konstruktivistik, dan kooperatif.
Salah satu alternatif
untuk meningkatkan pemahaman matematika siswa, yaitu dengan model pembelajaran Novick. Model pembelajaran Novick merupakan salah satu model pembelajaran yang
berawal dari konsep belajar sebagai perubahan konseptual yang dikembangkan dari
pendekatan konstruktivisme. Joseph Nussbaum dan Shimshon Novick ( 1982:183 )
mengemukakan bahawa pembelajaran Novick terdiri dari tiga fase yaitu :
1)
exposing alternative framework ( mempertunjukan
kerangka kerja alternatif siswa ),
2)
creating
conceptual conflict (
menciptakan konflik konseptual ),
3)
encoring
cognitive accommodation ( mendorong terjadinya akomodasi kognitif ).
4.
Langkah
–langkah Model Pembelajaran Novick
Dalam penerapan model
pembelajaran Nocivk dalam
pembelajaran matematika bisa disebut model kooperatif karena dengan menggunakan
konstruktivisti dan didalamnya terdapat kerja sama antar siswa. Dalam model
pembelajaran Novick terdapat
fase-fase yang harus diikuti. Nussbaum dan Novick mengemukakan tiga fase dalam
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Novick, yaitu:
1.
Fase
exposing alternatif framework ( mempertunjukan
kerangka kerja alternatif siswa ).
Dalam
fase ini terdapat dua tahapan proses pembelajaran yang harus diikuti,
diantaranya yaitu:
a. Mengungkap konsepsi awal siswa
Pada
tahap ini, guru mendorong siswa untuk menyatakan pendapat mengenai suatu topik
dan menjelaskan mengapa mereka berpendapat seperti itu ( Wang, 2002 ). Selama
proses ini, siswa dapat membayangkan apa yang mereka ketahui dan memfokuskan
perhatian mereka pada topik yang sedang dipelajari hal ini sejalan dengan
Piaget dan para konstruktivis ( menurut Dahar
dalam Luthfi 2010: 11 ) pada
umumnya berpendapat bahwa dalam mengajar seharusnya diperhatikan pengetahuan
yang telah diperoleh siswa sebelumnya. Dengan demikian mengajar dianggap bukan
sebagai proses dimana gagasan-gagasan guru dipindahkan pada siswa, melaikan
sebagai proses untuk mengubah gagasan – gagasan anak yang sudah ada yang
mungkin “salah”.
Misalnya
pada konsep konsep segiempat pada sub pokok persegi panjang dan persegi, siswa
disuruh untuk menjelaskan apa yang mereka ketahui tentang persegi panjang dan
persegi. Mulai dari bentuk, definisi
panjang,lebar, luas dan keliling. Jika ada penyataan yang kurang tepat, guru
harus mampu mengklarifikasinya.
b. Mendiskusikan dan mengevaluasi
konsep awal siswa
Pada
dasarnya setiap orang memiliki pendapat mengenai suatu topik. Hal pertama yang
dapat dilakukan guru adalah dengan bertanya pada siswa tentang pendapat atau
uraian konsep mereka tentang persegi panjang dan persegi, kemudian diadakan
diskusi kelas mengenai pendapat-pendapat
tersebut mencoba untuk mengevaluasinya. Menurut ( Wang, 2002: 15 )
proses ini diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan pendapat mereka
atau menyakinkan kepada orang lain pendapatnya itu. Kemudian, evaluasi dapat
membiarkan siswa memperjelas pengetahuan mereka mengenai kelebihan dan
kekurangan dari pendapat mereka.
Nussbaum dan Novick
mengemukakan bahwa pada langkah ini guru harus menerima semua penyajian dan
menahan diri untuk yidak memberi penilaian salah atau benar. Tetapi guru tetap
mengevaluasi gagasan didasarkan pada kejelasan, kemengertian dan peluang
keberhasilannya ( Solikhin, 2009: 13-14 ). Misalnya pada konsep persegi panjang
dan persegi. Setelah siswa selesai menyatakan pendapatnya mengenai segi empat
yang siswa tersebut ketahui, maka penyataan tersebut dilemparkan kepada siswa
lain untuk dikomentari dan didiskusikan, setelah selesai diskusi mulailah guru
mengklarifikasi jika ada pendapat yang kurang tepat.
2.
Fase creating
conceptual counflict ( menciptakan konflik konseptual)
Setelah siswa
menyampaikan gagasanya tentang konsep persegi panjang, persegi dan dievaluasi
siswa akan mengenali kekurangan pemahaman mereka terhadap konsep persegi
panjang dan persegi, misalnya mereka tidak mengetahui tentang luas, keliling
persegi panjang dan persegi, para siswa jadi terbuka mengubah konsepsinya. Guru
akan memeberikan petunjuk dan pertentangan pendapat siswa berupa
masalah-masalah untuk membantu siswa menemukan kekurangan pendapatnya, jika
pendapat mereka kurang tepat ditambah lagi petunjuk yang diberikan harus intelligible ( dapat dipahami ), plausible ( dapat dipercaya), dan fruitful
( Wang, 2002 ). Dengan tantangan, siswa akan menghadapi konplik
konseptual mengenai pendapat mereka dari topik yang dipelajari.
Untuk menciptakan konflik konseptual,
Niaz ( Solikhin, 2009 ) memberikan beberapa contoh situasi ( masalah matematika
yang berkaitan dengan pemahaman ) yang sekaligus menjadi indikator terciptanya
konflik konseptual dalam diri siswa, yaitu :
a. Kejutan
( surprise ) yang dibutuhkan oleh
munculnya dugaan seseorang yang kontradiksi dengan persepsi atau hasil dari
timbulnya kegelisahan. Misalnya ketika siswa mengira bahwa keliling persegi
panjang itu K= 2(p+l), ternyata pendapat tersebut di kontradiksi dengan
penyataan bahwa keliling persegi panjang adalah K = 2p + 2l.
b. Pengetahuan
yang penuh teka-teki atau sebuah keingintahuan intelektual. Misalnya dengan
ingin mengetahui sebenarnya apa pengertian dari luas,keliling,panjang,dan lebar
persegi panjang dan persegi.
c. Kekosongan
akan pengalaman kognitif seperti jika seseorang sadar bahwa sesuatu dalam
struktur kognitif telah hilang , yaitu dengan tidak mengetahui pengertian dari
luas,keliling,panjang,dan lebar persegi panjang dan persegi.
d. Ketidakseimbangan
kognitif, dimana pertanyaan atau perasaan kosong pada situasi yang diberikan,
misalnya timbulnya perasaan dengan bertanya-tanya tentang apa pengertian
luas,keliling,panjang,dan lebar persegi panjang dan persegi.
3.
Fase ecouraging cognitive accommodation ( mengupayakan
terjadinya akomodasi kognitif )
Untuk mendorong terjadinya akomodasi
dalam struktur kognitif siswa, guru menyajikan sesuatu yang lebih meyakinkan
siswa bahwa konsepnya kurang tepat untuk sampai pada tahap menyakinkan siswa,
guru dapat menggunakan pertanyaan yang sifatnya menggali konsep siswa.
Menurut Natsir ( Solikhin, 2009: 15 )
bahwa terjadinya syarat akomodasi yaitu:
1.
Harus ada ketidak puasan terhadap konsep
lama.
2.
Ada konsepsi baru yang lebih dimengerti.
3.
Ada konsepsi baru yang lebih masuk akal.
4.
Ada konsepsi baru yang menyajikan
peluang keberhasilan.
Dengan akomodasi siswa
dituntut untuk mengatur kembali konsep mereka dan mengubah konsep yang tidak
cocok lagi dengan topik yang sedang dipelajari. Yaitu dengan berusaha mencari
konsep baru yang lebih mudah dipahami dari jarak konsep lama, misalnya dengan
mencari rumus yang termudah dari mencari luas,keliling,panjang,dan lebar
persegi panjang dan persegi.
5.
Langkah –
langkah Model Pembelajaran Novick dalam Pembelajaran Matematika
Secara singkat
langkah-langkah penerapan pembelajaran Novick itu sendiri adalah sebagai
berikut :
a.
Guru membagi kelompok secara heterogen,
setiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa. Guru harus mengatur para siswa dengan
tertib dan mengajarkan kedisiplinan kepada para siswa.
b.
Guru menyajikan suatu permasalahan yang
berkaitan dengan materi persegi dan persegi panjang yang akan disampaikan
kepada siswa, permasalahan yang diajukan gunanya untuk memacu siswa bisa
menentukan kebenaran dari suatu pernyataan tentang persegi dan persegi panjang.
c.
Pada fase pertama :
1) Siswa
diminta untuk menyatakan pendapat mengenai materi persegi dan persegi panjang.
2) Guru
memotivasi tiap-tiap kelompok untuk berdiskusi dan mengevaluasi suatu pendapat
mengenai materi persegi dan persegi panjang.
d.
Pada fase kedua :
1) Siswa
menela’ah pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh setiap kelompok dan akan
menentukan kekurangan dan kelebihan dari pendapat mereka.
2) Siswa
diberi rangkuman yang didalamnya terdapat pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh
guru untuk membantu siswa menentukan kekurangannya.
3) Siswa
bekerja sama secara berkelompok dengan kelompok yang telah ditentukan.
4) Guru
memantau jalannya diskusi.
5) Perwakilan
tiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok, sisiwa
yang lainnya mengevaluasinya, sehingga kegiatan ini siswa dapat
mengkosntruksikan pengetahuan baru yang diperolehnya.
e.
Fase ketiga, setelah selesai hasil
diskusi yang dipresentasikan guru membimbing siswa yang bersifat menggali dan
mengarahkan sehinggaterjadi akomodasi kognitif dalam diri siswa.
f.
Guru bersama-sama dengan siswa membuat
kesimpulan terhadap materi yang telah dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA
Febriani,
Ferina. 2008 ”Upaya Untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemahaman Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Koopertif
Teknik Numbered Head Together (NHT) ” Skripsi UIN SGD Bandung. Tidak dipublikasikan.
Hidayat, Wahyu. 2011. “Penerapan Pembelajaran Model Cooperative Satellite Learning Group Dalam
Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematika Siswa”. Skripsi UIN SGD
Bandung. Tidak dipublikasikan.
Jihad, Asep. (2006). Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa dengan Metode Improve Disertai
Pemberian Embedded Test. Tesis UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Kariadinata,
Rahayu. 2001. Peningkatan Pemahaman dan
Kemampuan Analogi Matematika Siswa SMU Melalui Pembelajaran Kooperatif.
Tesis. Bandung : Fakultas Pascasarjana IKIP Bandung. Tidak diterbitkan.
Nurhamidah, Dadah. 2011 “Penerapan
Strategi Pembelajaran aktif Tipe Index Card Match (ICM) Untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa”. Skripsi
UIN SGD Bandung. Tidak dipublikasikan.
Nurjaman ,
Jajang. 2009. “Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematik Sisiwa melalui Pendekatan Problem Possing “.Skripsi
UIN SGD Bandung. Tidak dipublikasikan.
Nurlaela, Tika 2010 “Penerapan
Model Pembelajaran Novick Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Logis SISWA
SMP”. Skripsi FPMIPA UPI tidak diterbitkan.
Nussbaum, L. And Novick,S (1982). Alternative
Framework,Conceptual Conflict and Accommodation: Toward A Principled Teaching
Strategy. Journal Instructional Science Volume 11,Number 3/ December, 1982.
[online] tersedia: http://www.springerlink.com/content/h7tn0g236651mw30/fulltext.pdf?page=1. Diakses pada tanggal [1
Desember 2011]
Ruseffendi. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru
Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung: Tarsito Bandung.
Tim MKPBM. 2001. Strategi
Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung UPI.
Saefullah, Luthfi. D. 2011. ”Penerapan Model Pembelajaran Novick Dalam Upaya Peningkat Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA”. Skripsi UIN SGD Bandung. Tidak
dipublikasikan.
Solikhin, J. R
(2009) “Penerapan Model Pembelajaran
Novick Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Fisika Siswa SMP”.
Skripsi. Bandung : UPI. Tidak diterbitkan.
Sudjana, Nana. 2009. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Sinar Baru Algensindo.
Suherman. 2003. Evaluasi
Pembelajaran Matematika. Bandung : JICA FPMIPA
UPI
Susilawati,
Wati. 2009. Belajar dan Pembelajaran
Matematika Mahasiswa Perguruan tinggi Negeri atau Swasta. Buku Diklat
Kuliah di Lingkungan UIN Sunan Gunung Djati Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Syamsiah, Ana Taufiq. 2008. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik
Siswa Melalui Pembelajaran Yang Menggunakan Tugas Bentuk Superitem Berdasarkan
Taksonomi Solo. Skripsi
UIN Bandung. Tidak dipublikasikan.
Wang, C. M (2002). Conceptual Change. [online] tersedia : http://www.coe.uga.edu/epltt/lessonPlans/chun-minwang.html.
Diakses pada tanggal [1
desember 2011]
0 Response to "Model Pembelajaran Novick dalam Pembelajaran Matematika"
Post a Comment